menghitung hari, detik demi detik, masa ku nanti apakah ada...
Hari ini, Selasa, 21 Desember 2015 tepatnya hari ibu. Kami akan kehilangan seseorang yang sangat berjasa daklam hidup kami selama 2 tahun ini. Beliau adalah bapak yang sangat berdedi kasih dalam mengajar. Selalu sabar, tak pernah marah, selalu mengajar kami jika kami tidak faham dan selalu berusaha untuk kami yang terbaik. tak ada guru yang melebihi kasih sayang nya, pak, makasih atas semua nya. kami tidak tau lagi bagaimana membalas semua yang telah bapak beri ke kami, jasa mu sangat besar. kami hanya menangis haru kesedihan hari ini, pak. baik baik ya pak. jangn lupakan kami, kami akan selalu mengenang bapak di hati kami, "GAmpang kan? gak susah ini." ini adalah kata-kata bapak yang selalu terlontar jikalau mengerjakan soal yang tidak kami fahami. terimakasih yang sebanyak-banyak nya pak, saya gk tau apa yang harus saya tulis lagi... WE LOVE YOU Mr. HADI SUROSO, S.Si
Marlina marlin
Senin, 21 Desember 2015
Sabtu, 14 November 2015
DINASTI UMAYYAH DAN KHALIFAH MUAWIYAH BIN ABU SUFYAN
Pendirian
Dinasti Bani Umayyah
A. Asal Mula
Dinasti Bani Umayyah
Proses terbentuknya kekhalifahan
Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh
tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah
Utsman bin Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya
sendiri) dalam menunjuk para pembantu atau gubernur di wilayah kekuasaan Islam.
Masyarakat Madinah khususnya para
shahabat besar seperti Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam mendatangi
shahabat Ali bin Abi Thalib untuk memintanya menjadi khalifah pengganti Utsman
bin Affan. Permintaan itu di pertimbangkan dengan masak dan pada akhirnya Ali
bin Abi Thalib mau menerima tawaran tersebut. Pernyataan bersedia tersebut
membuat para tokoh besar diatas merasa tenang, dan kemudian mereka dan para
shahabat lainnya serta pendukung Ali bin Abi Thalib melakukan sumpah setia
(bai’at) kepada Ali pada tanggal 17 Juni 656 M/18 Dzulhijah 35 H. Pembai’atan
ini mengindikasikan pengakuan umat terhadap kepemimpinannya. Dengan kata lain,
Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang paling layak diangkat menjadi khalifah
keempat menggantikan khalifah Utsman bin Affan.
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah keempat oleh masyarakat madinah dan sekelompok masyarakat
pendukung dari Kuffah, ternyata ditentang oleh sekelompok orang yang merasa
dirugikan. Misalnya Muwiyah bin Abi Sufyan gubernur Damaskus, Syiria, dan
Marwan bin Hakam yang ketika pada masa Utsman bin Affan, menjabat sebagai
sekretaris khalifah.
Penolakan Muawiyah bin Abi Sufyan
dan sekutunya terhadap Ali bin Abi Thalib menimbulkan konflik yang
berkepanjangan antara kedua belah pihak yang berujung pada pertempuran di
Shiffin dan dikenal dengan perang Sifin, Pertempuran ini terjadi di antara dua
kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan (sepupu dari Usman bin Affan) dan Ali bin
Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam) pada 1
Shafar tahun 37 H/657 M[1][2][3].
Muawiyah tidak menginginkan adanya pengangkatan kepemimpinan umat Islam yang
baru.
Beberapa saat setelah kematian
khalifah Utsman bin Affan, masyarakat muslim baik yang ada di Madinah , Kuffah,
Bashrah dan Mesir telah mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pengganti Utsman. Kenyataan
ini membuat Muawiyah harus bertindak, Muawiyah mengecam agar tidak mengakui (bai’at) kekuasaan Ali
bin Abi Thalib sebelum Ali berhasil mengungkapkan tragedi terbunuhnya khalifah
Utsman bin Affan, dan menyerahkan orang yang dicurigai terlibat pembunuhan tersebut untuk dihukum. Khalifah Ali bin Abi
Thalib berjanji akan menyelesaikan masalah pembunuhan itu setelah ia berhasil
menyelesaikan situasi dan kondisi di dalam negeri.
Akibat dari penanganan kasus
terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, munculah isu bahwa khalifah Ali bin Abi
Thalib sengaja mengulur waktu karena punya kepentingan politis untuk mengeruk
keuntungan dari krisis tersebut. Bahkan Muawiyah menuduh Ali bin Abi Thalib
berada di balik kasus pembunuhan tersebut.
Tuduhan ini tentu saja tuduhan yang
tidak benar, karena justru pada saat itu Sayidina Ali dan kedua putranya Hasan
dan Husein serta para shahabat yang lain berusaha dengan sekuat tenaga untuk
menjaga dan melindungi khalifah Utsman bin Affan dari serbuan massa yang
mendatangi kediaman khalifah.
Ada beberapa gubernur yang diganti
semasa kepemimpinan khalifah. Pendapat khalifah Ali bin Abi Thalib tentang
pergantian dan pemecatan gubernur ini berdasarkan pengamatan bahwa segala
kerusuhan dan kekacauan yang terjadi selama ini di sebabkan karena ulah
Muawiyah dan gubernur-gubernur lainnya yang bertindak sewenang-wenang dalam
menjalankan pemerintahannya.
B.
Usaha
Untuk Memperoleh Kekuasaan
Wafatnya khalifah Ali bin Abi Thalib
pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 H/661
M, karena terbunuh oleh tusukan pedang beracun saat sedang beribadah di masjid
Kufah, oleh kelompok khawarij yaitu Abdurrahman bin Muljam, menimbulkan dampak
politis yang cukup berat bagi kekuatan umat Islam khususnya para pengikut setia
Ali (Syi’ah). Oleh karena itu, tidak lama berselang umat Islam dan para
pengikut Ali bin Abi Thalib melakukan sumpah setia (bai’at) atas diri Hasan bin
Ali untuk di angkat menjadi khalifah pengganti Ali bin Abi Thalib.
Proses penggugatan itu dilakukan
dihadapan banyak orang. Mereka yang melakukan sumpah setia ini (bai’at) ada
sekitar 40.000 orang jumlah yang tidak sedikit untuk ukuran pada saat itu.
Orang yang pertama kali mengangkat sumpah setia adalah Qays bin Sa’ad, kemudian
diikuti oleh umat Islam pendukung setia Ali bin Abi Thalib.
Pengangkatan Hasan bin Ali di
hadapan orang banyak tersebut ternyata tetap saja tidak mendapat pengangkatan
dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan para pendukungnya. Dimana pada saat itu
Muawiyyah yang menjabat sebagai gubernur Damaskus juga menobatkan dirinya
sebagai khalifah. Hal ini disebabkan karena Muawiyah sendiri sudah sejak lama
mempunyai ambisi untuk menduduki jabatan tertinggi dalam dunia Islam.
Namun
Al-Hasan sosok yang jujur dan lemah
secara politik. Ia sama sekali tidak ambisius untuk menjadi pemimpin negara. Ia
lebih memilih mementingkan persatuan umat. Hal ini dimanfaatkan oleh muawiyah
untuk mempengaruhi massa untuk tidak melakukan bai’at terhadap hasan Bin ali.
Sehingga banyak terjadi permasalahan politik, termasuk pemberontakan –
pemberontakan yang didalangi oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Oleh karena itu, ia
melakukan kesepakatan damai dengan kelompok Muawiyah dan menyerahkan
kekuasaannya kepada Muawiyah pada bulan Rabiul Awwal tahun 41 H/661. Tahun
kesepakatan damai antara Hasan dan Muawiyah disebut Aam Jama’ah karena
kaum muslimn sepakat untuk memilih satu pemimpin saja, yaitu Muawiyah ibn Abu
Sufyan.
Menghadapi situasi yang demikian
kacau dan untuk menyelesaikan persoalan tersebut, khalifah Hasan bin Ali tidak
mempunyai pilihan lain kecuali perundingan dengan pihak Muawiyah. Untuk itu maka di kirimkan surat melalui Amr bin
Salmah Al-Arhabi yang berisi pesan perdamaian.
Dalam perundingan ini Hasan bin Ali
mengajukan syarat bahwa dia bersedia menyerahkan kekuasaan pada Muawiyah dengan
syarat antaralain:
1.
Muawiyah
menyerahkan harat Baitulmal kepadanya untuk melunasi hutang-hutangnya kepada
pihak lain.
2.
Muawiyah
tak lagi melakukan cacian dan hinaan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib
beserta keluarganya.
3.
Muawiyah
menyerahkan pajak bumi dari Persia dan daerah dari Bijinad kepada Hasan setiap
tahun.
4.
Setelah
Muawiyah berkuasa nanti, maka masalah kepemimpinan (kekhalifahan) harus
diserahkan kepada umat Islam untuk melakukan pemilihan kembali pemimpin umat
Islam.
5.
Muawiyah
tidak boleh menarik sesuatupun dari penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak. Karena
hal itu telah menjadi kebijakan khalifah Ali bin Abi Thalib sebelumnya.
Untuk memenuhi semua persyaratan,
Hasan bin Ali mengutus seorang shahabatnya bernama Abdullah bin Al-Harits bin
Nauval untuk menyampaikan isi tuntutannya kepada Muawiyah. Sementara Muawiyah
sendiri untuk menjawab dan mengabulkan semua syarat yang di ajukan oleh Hasan
mengutus orang-orang kepercayaannya
seperti Abdullah bin Amir bin Habib bin Abdi Syama.
Setelah kesepakatan damai ini,
Muawiyah mengirmkan sebuah surat dan kertas kosong yang dibubuhi tanda
tanggannya untuk diisi oleh Hasan. Dalam surat itu ia menulis “Aku mengakui
bahwa karena hubungan darah, Anda lebih berhak menduduki jabatan kholifah. Dan
sekiranya aku yakin kemampuan Anda lebih besar untuk melaksanakan tugas-tugas
kekhalifahan, aku tidak akan ragu berikrar setia kepadamu.”
Itulah salah satu kehebatan Muawiyah
dalam berdiplomasi. Tutur katanya begitu halus, hegemonik dan seolah-olah
bijak. Surat ini salah satu bentuk diplomasinya untuk melegitimasi kekuasaanya
dari tangan pemimpin sebelumnya.
Penyerahan kekuasaan pemerintahan
Islam dari Hasan ke Muawiyah ini menjadi tonggak formal berdirinya kelahiran
Dinasti Umayyah di bawah pimpinan khalifah pertama, Muawiyah ibn Abu
Sufyan.Proses penyerahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan
dilakukan di suatu tempat yang bernama Maskin dengan ditandai pengangkatan sumpah
setia. Dengan demikian, ia telah berhasil meraih cita-cita untuk menjadi
seorang pemimpin umat Islam menggantikan posisi dari Hasan bin Ali sebagai
khalifah.
Meskipun Muawiyah tidak mendapatkan
pengakuan secara resmi dari warga kota Bashrah, usaha ini tidak henti-hentinya
dilakukan oleh Muawiyah sampai akhirnya secara defacto dan dejure jabatan
tertinggi umat Islam berada di tangan Muawiyah bin Abi Sufyan.
Dengan demikian berdirilah dinasti
baru yaitu Dinasti Bani Umayyah (661-750 M) yang mengubah gaya kepemimpinannya
dengan cara meniru gaya kepemimpinan raja-raja Persia dan Romawi berupa
peralihan kekuasaan kepada anak-anaknya secara turun temurun. Keadaan ini yang
menandai berakhirnya sistem pemerintahan khalifah yang didasari asas
“demokrasi” untuk menentukan pemimpin umat Islam yang menjadi pilihan mereka.
Pada masa kekuasaan Bani umayyah ibukota Negara dipindahkan muawiyah dari
Madinah ke Damaskus, tempat Ia berkuasa Sebagai gubernur Sebelumnya.
Namun perlawanan terhadap bani
Umayyah tetap terjadi, perlawanan ini dimulai oleh Husein ibn Ali, Putra kedua
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Husein menolak melakukan bai’at kepada Yazid bin
Muawiyah sebagai khalifah ketika yazid naik tahta. Pada tahun 680 M, ia pindah
dari Mekah ke Kufah atas permintaan golongan syi’ahyang ada di Irak. Umat Islam
di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka Mengangkat Husein sebagai Khalifah.
Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah di dekat Kufah,
tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipengal dan
dikirim ke damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela.
C. Pola
Pemerintahan Dinasti Bani Umayyah (Muawiyah bin Abi Sufyan)
Aku tidak akan menggunakan pedang ketika cukup mengunakan
cambuk, dan tidak akan mengunakan cambuk jika cukup dengan lisan. Sekiranya ada
ikatan setipis rambut sekalipun antara aku dan sahabatku, maka aku tidak akan
membiarkannya lepas. Saat mereka menariknya dengan keras, aku akan
melonggarkannya, dan ketika mereka mengendorkannya, aku akan menariknya dengan
keras. (Muawiyah
ibn Abi Sufyan).
Pernyataan di atas cukup mewakili
sosok Muawiyah ibn Abi Sufyan. Ia cerdas dan cerdik. Ia seorang politisi ulung
dan seorang negarawan yang mampu membangun
peradaban besar melalui politik kekuasaannya. Ia pendiri sebuah dinasti
besar yang mampu bertahan selama hampir satu abad. Dia lah pendiri Dinasti
Umayyah, seorang pemimpin yang paling berpengaruh pada abad ke 7 H.
Di tangannya, seni berpolitik
mengalami kemajuan luar biasa melebihi tokoh-tokoh muslim lainnya. Baginya,
politik adalah senjata maha dahsyat untuk mencapai ambisi kekuasaaanya. Ia
wujudkan seni berpolitiknya dengan membangun Dinasti Umayyah.
Gaya dan corak kepemimpinan
pemerintahan Bani Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa
sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan
Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan kharismatik
yang demokratis, sedangkan proses berdirinya pemerintahan Bani Umayyah tidak dilakukan
berdasarkan menunjuk langsung oleh khalifah sebelumnya dengan cara mengangkat
seorang putra mahkota yang menjadi khalifah berikutnya.
Muawiyah sendiri yang mempelopori
proses dan sistem kerajaan dengan menunjuk Yazid sebagai putra mahkota yang
akan menggantikan kedudukannya kelak. Penunjukan ini dilakukan Muawiyah atas
saran Al-Mukhiran bin Sukan, agar terhindar dari pergolakan dan konflik
politik intern umat Islam seperti yang pernah
terjadi pada masa-masa sebelumnya.
Sejak saat itu, sistem pemerintahan
Dinasti Bani Umayyah telah meninggalkan tradisi musyawarah untuk memilih
pemimpin umat Islam. Untuk mendapatkan pengesahan, para penguasa Dinasti Bani
Umayyah kemudian memerintahkan para pemuka agama untuk melakukan sumpah setia
(bai’at) dihadapan sang khalifah. Padahal, sistem pengangkatan para penguasa
seperti ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi dan ajaran
permusyawaratan Islam yang dilakukan Khulafaur Rasyidin.
Selain terjadi perubahan dalm sistem
pemerintahan, pada masa pemerintahan Bani Umayyah juga terdapat perubahan lain
misalnya masalah Baitulmal. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin,
Baitulmal berfungsi sebagai harta kekayaan rakyat, dimana setiap warga Negara
memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut. Akan tetapi sejak pemerintahan
Muawiyah bin Abi Sufyan, Baitulmal beralih kedudukannya menjadi harta kekayaan
keluarga raja seluruh penguasa Dinasti Bani Umayyah kecuali Umar bin Abdul Aziz
(717-729 M). Berikut nama-nama ke 14 khalifah Dinasti Bani Umayyah yang
berkuasa:
1. Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-680 M)
2. Yazid bin Muawiyah (60-64 M/680-683 M)
3. Muawiyah bin Yazid (64-64 H/683-683 M)
4. Marwan bin Hakam (64-65 H/683-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)
6. Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)
11. Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)
13. Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M
Diantara
kebijakan yang dilakukan oleh Muawiyah dalam masa pemerintahannya, adalah :
1.
Pembentukan
Diwanul Hijabah, yaitu sebuah lembaga yang bertugas memberikan
pengawalan kepada kholifah
2.
Pembentukan
departemen pencatatan atau Diwanul Khatam, yaitu lembaga yang
bertugas untuk mencatat semua peraturan yang dikeluarkan oleh kholifah di dalam
berita acara pemerintahan
3.
Pembentukan
Dinas pos atau Diwanul Barid,yaitu departemen pos dan
transportasi, yang bertugas menjaga pos-pos perjalanan dan menyediakan kuda
sebagai alat transportasi.
4.
Pembentukan
Shohibul Kharraj (pemungut pajak).
Perang Siffin dan Peristiwa Tahkim Daumatul Jandal
Setelah perang Jamal selesai, khalifah Ali bin Abi Thalib membawa pasukannya menuju Kuffah, ia kemudian mengutus Jarir bin Abdullah al-Bajal untuk menemui Muawiyah. utusan tersebut ,menyampaikan pesan yang isinya agar muawiyah menjauhi Khalifah Ali.
- Muawiyah menolak permintaan dengan memberi jawaban yaitu Muawiyah tidak akan memberikan baiat sebelum kematian utsman bin Affan diusut menurut hukum
- apabila Khalifah Ali tidak melakukan pengusutan terhadap pembunuhan Ustman, maka kelompok Muawiyah akan mengangkat senjata untuk melawan Ali bin Abi thalib.
mengetahui jawaban tersebut, Khalifah Ali kemudian mengerahkan pasukan untuk menyerang Muawiyah. pertempuran terjadi di Siffinpada tahun 657 M. karena terjadi di daerah Siffin, maka pertempuran yang berlangsung selama 40 hari tersebut dikenal dengan nama perang Siffin.
Disaat pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib diambang kemenangan, pembantu Umayah yang bernama Amr bin Ash memerintahkan kepada anggota Pasukan Muawiyah untuk meangkat AL-Quran diujung tombaknya sebagai isyarat ajakan damai. ajakan damai dari kelompok Muawiyah tersebut diterima Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Peristiwa tersebut menimbulkan perpecahan dipihak khlaifah Ali bin Abi Thalib. terhadap 2 golongan dalam kubu Ali yang berbeda pandangan yaitu :
- golongan yang setuju mendukung keputusan Ali bin Abi Thalib disebut golongan Syiah
- Golongan yang tidak setuju disebut golonga Khawarij
Setelah permintaan damai kelompok Muawiyah diterima Khalifah ALi, selanjutnya kedua belah pihak melanjutkan perundingan damai di Daumatul Jandal, kota kecil dekat terusan Suez di selatan Syiria. peristiwa ini dikenal dengan nama "Tahkim Daumatul jandal" dengan ketentuan sebagai berikut.
- Perundingan dilangsungkan di daumatul Jandal dan masing-masing pihak diwakili 100 orang
- dari pihak Ali diketuai Abu Musa al-Asy'ari sedangkan dari kubu Muawiyah bin Abu Sufyan diketuai oleh Amr bin Ash.
Hasil dari perundingan tersebut adalah
- Ustman bin Affan meninggal karena teraniaya dan yang berhak menuntut balas adalah Muawiyah
- Kedua belah pihak, yaitu Ali dan Muawiyah sepakat diturunkan jabatannya masing-masing dan kekhalifahan diserahkan kepada kaum muslimin untuk mencari penggantinya.
untuk melaksanakan ketetapan dari perundingan tersebut, Amr bin Ash meminta agar Abu Musa al-Asy'ari berbicara dahulu didepan umum untuk menyatakan penurunan Ali bin Abi Thalib dari jabatannya sebagai Khalifah. Alasan Amr mempersilakan Abu Musa untuk berbicara terlebih dahulu adalah untuk menghormati sahabat yang lebih tua dan sebagai sahabat yang jujur dan memegang janji.
BIology Photosyntesis
Lagi murojaah hafalan nih biology tentang Fotosintesis hehe, mau MIDTEST.. Prepare dlu yaa...
FOTOSINTESIS
Foto = Cahaya, Sintesis = buatan. terjadi di Kloroplas
rx : CO2 + H2O => C6H12O6 + O2 pembuatan glukosa dan oksigen dengan cahaya.
1) Percobaan Sachs
u/ buktikan fotosintesis hasilkan amilum/ glukosa. contohnya daun yang ditutupi sedikit pelindung ditengah terus di bus dengan air selanjutnya di celupkan ke alkohol yang mendidih, diangkat dan ditetesi dengan iodin maka akan biru/kehitaman.
2) Ingenhousz
untuk buktikan fotosintesis hasilkan oksigen. percobaan tanaman hydrilia dalam tabung.
Terbagi menjadi 2 :
FOTOSINTESIS
Foto = Cahaya, Sintesis = buatan. terjadi di Kloroplas
rx : CO2 + H2O => C6H12O6 + O2 pembuatan glukosa dan oksigen dengan cahaya.
1) Percobaan Sachs
u/ buktikan fotosintesis hasilkan amilum/ glukosa. contohnya daun yang ditutupi sedikit pelindung ditengah terus di bus dengan air selanjutnya di celupkan ke alkohol yang mendidih, diangkat dan ditetesi dengan iodin maka akan biru/kehitaman.
2) Ingenhousz
untuk buktikan fotosintesis hasilkan oksigen. percobaan tanaman hydrilia dalam tabung.
Terbagi menjadi 2 :
- dependent reaction : dengan cahaya di tilakoid (1 keping) /grana (kumpulan keping tilakoid).
- independent reaction : tidak menggunakan cahaya di Stroma (cairan kloroplas)
Rx
|
Tempat
|
Melibatkan
|
Proses
|
Hasil
|
Terang
|
Grana
|
Cahaya, klorofil, ADP, H2O, NADP
|
1.
Eksitasi e
2.
Transfer e (rx. Hill)
3.
Fotolisis
|
ATP, NADPH, O2
|
|
|
|
|
|
Gelap
|
Stroma
|
CO2, RuBP/RDP, NADPH, ATP
|
1.
Fiksasi
2.
Siklus Calvin
|
APG, ALPG, C6H12O6
|
Doa mohon tambah ilmu, rezeki dan kesehatan
Allahumma inni as aluka 'ilman nafian wa rizqon wasi'an wa syifa'an min kulli daa
Tugas "ISHIS" khalifah 2 n 3 dinasti umayah
|
||||||
|
YAZID BIN MUAWIYAH (680-683M)
©
Profil
Singkat
Yazid
bin Muawiyah bin Abi Sufyan dilahirkan pada tanggal 23 Juli 645. Pada masa
kekhalifahan ayahnya, beliau menjadi seorang pangglima yang cukup penting dan
juga seorang pangglima angkatan laut. Diawal tahun 668, Khalifah Muawiyah
mengirim pasukan dibawah pimpinan Yazid bin Muawiyah untuk melawan Kekaisaran
Bizantium. Yazid mencapai Chalcedon dan mengambil alih kota penting Bizantium,
Amorion. Meskipun kota tersebut direbut kembali, pasukan arab kemudian
menyerang Chartago dan Sisilia pada tabun 669. Pada tahun 670, pasukan Arab
mencapai Siprus dan mendirikan pertahanan disana untuk menyerang jantung
Bizantium. Armada Yazid menaklukan Smyrna dan kota pesisisr lainnya pada tahun
672.
©
Menjadi
Khalifah
Khalifah
Muawiyah wafat pada tanggal 6 Mei 680.Jauh-jauh hari, sebelum wafatnya beliau
menunjuk Yazid untuk menjadi Khalifah selanjutnya. Peristiwa ini ditentang
sebagian sahabat, sehingga menimbulkan ketidak puasan.Di Mekah, Husain bin Ali
mendapat banyak surat dari penduduk Kufa yang menyatakan kesetiaannya pada
beliau dan meminta beliau ke Kufah untuk dibaiat menjadi Khalifah. Oleh karena
itu Husain bin Ali mengirim keponakannya, Muslim bin Uqail bin Abi Thalib ke
kufah dan mendapatkan baiat 30 ribu penduduk Kufah.Muslim bin Uqail pun
menyampaikan berita ini ke Husain dan mengundangnya datang ke Kufah. Akan
tetapi ternyata hal ini tak berlangsung lama.Begitu mendengar sikap penduduk
Kufah, Khalifah Yazid marah besar.Ia memecat gubernur Kufah, Nu’man bin Basyri
dan menggabungkan Kufah dengan Basrah dibawah kekuasaan Abdullab bin Ziyad dan
memerintahkan menangkap Husain.Gubernur Abdullah bin Ziyad tiba di Kufah lebih
dahulu dari Husain dan dengan mudah merebut dan menduduki Kufah. Para
penduduknya berbalik membaiat kepada Yazid bin Muawiyah. Sementara Muslim bin
Uqail ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Agaknya
situasi ini tidak diketahui Husein.Ia tetap berangkat ke Kufah meskipun
sebelumnya Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Zubayr mena-sehatkan agar jangan
berkunjung ke sana. Ia pergi diiringi para sahabat, saudaranya dan keluarganya.
Ketika mendekati perbatasan Irak, ia terkejut karena tidak menemukan penduduk
Kufah seperti yang dijanjikan. Apalagi setelah mendengar berita kematian tragis
utusannya.Oleh karena itu sebagian pengikutnya menyarankan agar kembali Ke
Mekah. Tapi Husain bersikeras tetap pergi karena yakin penduduk Kufah akan
tetap berpihak padanya. Tapi ia mengijinkan kepada pengikutnya untuk menentukan
pilihan sendiri. Ikut atau pulang.Akhirnya sebagian pengikutnya pulang ke
Mekah, sehingga tinggal 31 Orang penunggang kuda dan 40 pejalan kaki yang
mengiringi Husein.
Rombongan
kecil itu terus melakukan perjalanan. Di Sirrah, rombongan itu berpapasan
dengan pasukan Alhur bin Yazid yang kaget melihat jumlah pasukan Husein yang
kecil padahal menurut berita yang diterimanya berjumlah besar. Oleh karena itu
ia mengambil posisi bertahan. Sementara Husein masih yakin, pasukan besar
dihadapannya akan berbaiat kepadanya. Sempat terjadi negosiasi, tetapi menemui
jalan buntu. Sementara itu sepucuk surat dari gubernur Abdullah bin Ziyad yang
tidak mengetahui jumlah rombongan husein, memerintahkan untuk mendesak
rombongan Husein. Pasukan kecil itu terus mundur dan terdesak sampai ke
Karbalah. Gubernur Ziyad kemudian mengirimkan lagi 4 ribu pasukan dibawah
pimpinan Umar bin Saad bin Abi Waqash. Dalam keterdesakannya, Husain menawarkan
tiga pilihan, pertama memberikan kesempatan padanya untuk kembali ke Hejaj,
kedua memberikan kesempatan untuk menemui Yazid dan ketiga, mengantarkannya ke
daerah perbatasan kaum muslimin dan berdomisili disana dan diperlakukan sama
dengan kaum muslimin lainnya. Umar bin Saad menyampaikan hal ini kepada
Gubernur Abdullah bin Ziyad. Tapi sang gubernur murka dan mengirim pesan
melalui Syammar bin Ziljausan bahwa pilihannya adalah memerangi Husein atau
menyerahkan pimpinan pasukan kepada Syamar.Pangglima Saad merasa harga dirinya
jatuh bila menyerahkan pimpinan kepada Syamar Oleh karena itu ia pun
memerintahkan penyerangan. Seluruh pengikut Husein gugur.Hanya wanita dan
anak-anak yang dibiarkan selamat.Husein sendiri terbunuh. Kepalanya dipenggal
oleh Syamar bin Ziljausan. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 10 Muharam 61 H /
10 Oktober 680.
Kepala
Husain dan keluarganya dibawa ke Kufah., yang kemudian dikirim ke Damaskus.
Khalifah Yazid begitu melihat kepala Husein menagis sedih dan berkata, ‘Saya
tak pernah memeintahan membunuhnya. Demi Allah bila saya berada di tempat itu,
saya akan memberikan ampunan padanya.’Darah Husain yang tertumpah, melebihi
darah ayahnya inilah menjadi cikal bakal pertumbuhan kaum Syiah, sehingga
tanggal kematiannya, 10 Muharam , menjadi hari besar kaum Syiah. Sejak saat itu
kedudukan imam yang diwariskan turun temurun kepada keturunan Ali menjadi salah
satu dogma dalam ajaran syiah yang setara dengan kenabian Nabi
Muhammad.Peristiwa Karbalah ini menggemparkan penduduk Hejaj.Sebagian penduduk
Madinah melepaskan baiatnya kepada Yazid.Mantan Gubernur Hejaj, Marwan bin
Hakam dan penggantinya Usman bin Muhammad terpaksa melarikan diri ke Damaskus.
Abdullah bin Zubair dibaiat menjadi Khalifah. Saat itu ia mendapat dukungan
dari Hejaj, Yaman dan Arabia selatan.
Walau
demikian, karena keadaan masih kacau, Yazid bin Muawiyah tidak langsung
menyerang Ibnu Zubair. Selama tiga tahun, dengan penuh semangat Ia mencoba
melanjutkan kebijakan ayahandanya dan menggaji banyak orang yang membantunya.
Ia memperkuat struktur administrasi khilafah dan memperbaiki pertahanan militer
Suriah, basis kekuatan Bani Umayyah. Sistem keuangan diperbaiki.Ia mengurangi
pajak beberapa kelompok Kristen dan menghapuskan konsesi pajak yang ditanggung
orang-orang Samara sebagai hadiah untuk pertolongan yang telah disumbangkan di
hari-hari awal penaklukan Arab. Ia juga membayar perhatian berarti pada
pertanian dan memperbaiki sistem irigasi di oasis Damsyik. Baru pada tahun 683, Yazid
mengirimkan pasukan ke Hejaz dibawah pimpinan Muslim bin Uqbah al Muri dengan
jumlah 30 ribu pasukan kavaleri. Ketika tiba di Hurat, ia dihadang oleh pasukan
Abdullah bin Hanzalahh, gubernur Madinah yang ditunjuk Abdullah bin Zubair. Pecahlah pertempuran dan pasukan Madinah kalah.Tercatat
lebih dari 10 ribu orang gugur.Sebagian dari kaum Anshar dan Muhajirin. Sesuai
perintah Yazid, Muslim bin Uqbah memperbolehkan tentaranya untuk melakukan apa
saja di Madinah selama tiga hari. Setelah berhasil menaklukan warga Madinah, ia
kemudian melanjutkannua ke Mekah, tapi ia keburu meninggal dalam perjalanan,
sehingga jabatan pangglima diambil alih Husain bin Numair sesuai wasiat Yazid
bin Muawiyah. Sesampainya di Mekah, Husain bin Numair langsung memblokade Mekah
dengan ketat selama dua bulan. Blokade ini membuat Ibnu Zubair keteteran.Tetapi
ketika blokade ini berlangsung, Yazid mendadak wafat sehingga pengepungan
dihentikan dan diadakan gencatan senjata.Selama pengepungan bangunan Kabah
rusak berat.Ia segera digantikan anaknya Muawiyah bin Yazid.
MUAWIYAH BIN YAZID
©
Profil
Singkat
Muawiyah bin Yazid bin Muawiyah adalah seorang pemuda yang
tampan.Dia disebut juga Abu Abdur Rahman,ada juga yang menyebutnya Abu Yaziddan
Abu Laila.Beliau anak Yazid yang lemah dan sakit-sakitan,disamping itu dia
adalah seorang ahli Kimia pada masa pemerintahan Kakeknya Muawiyah bin Abu
Sufyan diantara murid beliau yang paling terkenal adalah Abu Musa Jabir ibn
Hayyan.Muawiyah bin Yazid menjadi Khalifah atas dasar wasiat ayahnya pada bulan
Rabiul Awal tahun 64 Hijriah atau berkenaan tahun 683 M.Dia adalah seorang
pemuda yang shalih.Tatkala dia diangkat menjadi kholifah dia sedang menderita
sakit.Sakitnya bertambah – tambah hingga akhirnya dia meninggal dunia.Dia
bahkan tidak pernah keluar pintu sejak dia diangkat menjadi khalifah.Dia belum
sempat melakukan apa-apa,dan belum pernah menjadi imam sholat untuk
rakyatnya.Ada yang mengatakan bahwa masa kekhalifahannya sekitar 40 hari ada
pula yang mengatakan dia menjadi khalifah selama 2 bulan,ada yang mengatakan
juga 3 bulan.Wallahu a’lam bissowab.Saat meninggalnya dikatakan kepadanya
“Tidakkah kau akan menentukan siapa yang aka menjadi penggantinmu”.Dia
berkata“Saya belum pernah mencicipi kelezatan dan manisnya,lalu mengapa saya
harus menanggung kegitarannya “.
©
Masa Pemerintahan Muawiyah bin Yazid
Disamping Muawiyah bin yazid ini menjadi khalifah atau naik
tahta atas dasar ayahnya,Muawiyah bin yazid juga dipilih penduduk Syam untuk
menjabat khalifah sesudah ayahnya Yazid meninggal.Ketika itu Muawiyah bin yazid
baru berumur 23 tahun.Pemerintahan Muawiyah bin yazid sangat singkat sekali
dibandingkan dengan ayahnya Yazid bin Muawiyah (60-64 H / 681-682 M) maupun
kakeknya Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H / 661-680 M). Kalau kita menarik
benang merah bahwa Pada Masa khalifah Muawiyyah bin yazid,beliau dalam keadaan
sakit dan sudah dihadapkan dengan peristiwa pemberontakan oleh Abdullah ibnu
Zubair di Makkah.dan tidak ada perkembangan yang signifikan dalam masa
itu,dibandingkan pada masa Muawiyah bin Abu sufyan yang memindahkan daulah
umayah pindah ke Damaskus,dan mengembangkan ilmu pengetahuan.Dan pada masa
Muawiyyah bin yazid juga tidak pernah menguasai daerah–daerah,dibandingkan
dengan Muawiyah bin Abu Sufyan yang menguasai Andalus,Afrika
Utara,Syam,Irak,Iran,Khurasan dan ke benteng Tiongkok. hanya saja pada pemerintahan
Muawiyah bin yazid dititik beratkan pada pemeliharaan yang sudah di lakukan
ayahnya maupun kakeknya. Diantaranya adalah :
1. Meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang kuat di daerah
Syam (Syria).
2. Menata administrasi pemerintahan dengan baik.
3. Membentuk angkatan bersenjata (militer).
4. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
5. Mendirikan percetakan uang,dan mendirikan pos surat.
6. Membuat anjungan di dalam masjid,yang berguna sebagai
pengaman.
7. Mendirikan istana untuk khalifah.
Ada juga yang mengatakan bahwa dirinya atau jiwanya
(Muawiyah bin Yazid) memberontak tidak dapat bertanggung jawab atas perubahan
dan kerusakan yang ditinggalkan oleh ayahnya.
©
Khalifah Muawiyah bin yazid mengundurkan diri
Ketika Panglima Alhushain bin Al-namir dari Syria yang
bertugas menaklukkan pasukan Abdullah bin Zubair di Makkah,menemukan jalan
buntu.Karena tak mampu menembus pertahanan lawan dan mendengar berita wafatnya
Khalifah Yazid bin Muawiyah,Alhushain menyerukan gencatan senjata. Abdullah bin
Zubair tidak keberatan.Masa damai itu membuat kedua pasukan membaur satu sama
lain,seolah tak terjadi permusuhan.Anggota pasukan dari Syria dengan bebas
melaksanakan umrah,thawaf disekitar Ka’bah,dan sa’i antara Shafa dan Marwah.
Ketika thawaf itulah,Panglima Alhushain bin Alnamir
berpapasan dengan Abdullah bin Zubair.Sambil memegang lengan Abdullah,Alhushain
berbisik,“Apakah anda mau berangkat bersamaku ke Syria? Saya akan berupaya
supaya orang banyak mengangkat anda sebagai khalifah.” Abdullah bin Zubair
menarik lengannya seraya menjawab,“Bagiku tak ada pilihan lain kecuali
perang.Bagi setiap satu korban di tanah Hijaz,harus ditebus dengan sepuluh
korban di Syria."Panglimah Alhushain menjawab dengan kata-kata yang cukup
terkenal dalam sejarah,“Bohong orang yang menganggap anda sebagai cendekiawan
Arab.Saya bicara dengan berbisik,tetapi anda menjawab dengan berteriak.”
Tidak lama setelah itu, Alhushain dan pasukannya kembali ke
Syria.Boleh jadi,tawarannya bukan basa-basi. Sebab,di Syria sendiri sedang
terjadi kemelut yang cukup mengkhawatirkan.Sepeninggal Yazid bin
Muawiyah,ditunjuklah putranya,Muawiyah bin Yazid sebagai khalifah yang kala itu
berusia 23 tahun.Berbeda dengan ayahnya,Muawiyah bin Yazid lebih mengutamakan
ibadah ketimbang urusan duniawi. Hari-harinya dipenuhi dengan keshalihan dan
ketaatan.Jabatan sebagai khalifah bukanlah keinginannya,tetapi warisan dari
sang ayah.Muawiyah bin Yazid bukanlah seorang negarawan,tetapi seorang ahli
agama.Ia sendiri merasa tidak layak menduduki jabatan khilafah.Ia merasa tak
sanggup menghadapi urusan pemerintahan dan kenegaraan.Apalagi sepeninggal
ayahnya,Yazid bin Muawiyah,bumi Syria terus dilanda kemelut.Didukung lagi oleh
pangaruh Abdullah bin Zubair di tanah Hijaz yang semakin meluas.
Dengan segala
pertimbangan itu,akhirnya khalifah ketiga Bani Umayyah ini menyatakan mundur
dari jabatan khalifah setelah hanya kurang lebih tiga bulan memerintah dan .di
hadapanpara tokoh istana,ia menyerahkan jabatannya.Para pemuka istana dan tokoh
keluarga Bani Umayyah memintanya untuk menunjuk seorang pengganti.Namun,cucu
pendiri Daulah Umayyah itu dengan tegas menjawab,“Aku bukan seperti Abu Bakar
yang mampu menunjuk seorang pengganti.Aku belum menemukan seorang pun di antara
kalian yang mempunyai keutamaan seperti Umar bin Al-Khathab.Aku juga bukan
seperti Umar yang bisa menunjuk Ahli Syura.Kalian lebih tahu dan pilihlah orang
yang kalian kehendaki.
Sejak saat itu,Muawiyah bin Yazid menyerahkan hidupnya
hanya untuk beribadah dengan uzlah (mengasingkan diri).Menjelang pengujung
tahun 64 H/684 Masehi,ia meninggal dunia dalam usia masih 23 tahun.Ada yang
mengatakan kematiannya tidak wajar,ia dibunuh secara
diam-diam.Sepeninggalanya,terjadi perpecahan di wilayah Syam (Syria dan
Palestina).Satu pihak cenderung mengikuti pendirian penduduk Hijaz untuk
mengangkat baiat atas Abdullah bin Zubair yang berkedudukan di Makkah.Apalagi
penduduk wilayah Irak dan Iran telah menyatakan baiat.Abdullah bin Ziyad yang
menjabat gubernur wilayah itu buru-buru melarikan diri keSyria untuk meminta
perlindungan dari para tokoh Bani Umayyah.Dengan demikian,wilayah kekuasaan
Abdullah bin Zubair sudah meliputi Hijaz,Yaman,Irak dan Iran.
Sebuah perutusan yang berangkat dari Mesir ke Makkah
membawa berita bahwa penduduk bumi Piramid itu pun menyatakan dukungan atas
Abdullah bin Zubair.Sementara itu,perpecahan di wilayah Syam semakin
tajam.Pihak yang mendukung Abdullah bin Zubair dipimpin oleh Dhahak bin
Qais.Sedangkan di belahan utara wilayah Syam,tepatnya di kota Hims dan Halab,gerakan
pendukung Abdullah dipimpin Nu’man bin Basyir Al-Anshari.Gerakan ini semakin
meluas sehingga hampir mampu menguasai istana yang sedang kritis.Oleh sebab
itu,kalau Abdullah bin Zubair menerima tawaran Panglima Alhushain untuk
berangkat ke Syria,tidak mustahil ia akan dibaiat oleh banyak orang.Apalagi
dari sisi keturunan,ia termasuk keluarga dekat Rasulullah Saw.Namun sejarah tak
menghendaki hal itu.Abdullah bin Zubair bersikeras menetap di wilayah Hijaz
dengan segala dukungan penduduknya..Agaknya,apa yang menimpa Husain bin Ali bin
Abi Thalib begitu membekas di benaknya
Muawiyah bin Yazid lebih mengutamakan ibadah ketimbang
urusan duniawi. Hari-harinya dipenuhi dengan keshalihan dan ketaatan. Jabatan
sebagai khalifah bukanlah keinginannya, tetapi warisan dari sang ayah. Muawiyah
bin Yazid bukanlah seorang negarawan, tetapi seorang ahli agama. Ia sendiri
merasa tidak layak menduduki jabatan khilafah. Ia merasa tak sanggup menghadapi
urusan pemerintahan dan kenegaraan. Apalagi sepeninggal ayahnya, Yazid bin
Muawiyah, bumi Syria terus dilanda kemelut. Didukung lagi oleh pangaruh
Abdullah bin Zubair di tanah Hijaz yang semakin meluas. Dengan segala
pertimbangan itu, akhirnya khalifah ketiga Bani Umayyah ini menyatakan mundur
dari jabatan khalifah setelah hanya tiga bulan memerintah. Di hadapan para
tokoh istana, ia menyerahkan jabatannya. Para pemuka istana dan tokoh keluarga
Bani Umayyah memintanya untuk menunjuk seorang pengganti.
Namun, cucu pendiri Daulah Umayyah itu dengan tegas
menjawab, “Aku bukan seperti Abu Bakar yang mampu menunjuk seorang pengganti.
Aku belum menemukan seorang pun di antara kalian yang mempunyai keutamaan
seperti Umar bin Al-Khathab. Aku juga bukan seperti Umar yang bisa menunjuk
Ahli Syura. Kalian lebih tahu dan pilihlah orang yang kalian kehendaki.” Sejak
saat itu, Muawiyah bin Yazid menyerahkan hidupnya hanya untuk beribadah dengan uzlah
(mengasingkan diri). Menjelang pengujung tahun 64 H/684 Masehi, ia meninggal
dunia dalam usia masih belia, 23 tahun. Ada yang mengatakan kematiannya tidak
wajar, ia dibunuh secara diam-diam.
Langganan:
Postingan (Atom)